Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Senang sekali rasanya bisa berjumpa dan menyapa rekan-rekan semua. Semoga kita selalu dalam keadaan sehat secara jasmani dan rohani.
Well, bahasan yang mungkin agak sensitif dan bisa membuat sedikit panas beberapa pihak yang kena colek,hehehe. Eh bukan muhrim tapi gak boleh colek-colek ya. Tulisan ini dibuat tidak untuk menyalahkan atau menyudutkan pihak-pihak tertentu, tapi andaikata ada yang merasa tersinggung berarti alhamdulillah anda menangkap maksud saya.
Beberapa waktu ini saya mengamati sebuah trend yang cukup membuat khawatir, dikarenakan menyangkut hal yang sensitif yaitu agama. Seperti yang kita mengerti belakangan agama di Indonesia dijadikan bahan komoditi, dapat diperjualbelikan dalam berbagai bentuk. Entah apa maksud mereka menjadikan agama sebagai barang komoditi, namun yang lebih mengkhawatirkan yang melakukan justru dari kalangan pemuka agamanya (dalam hal ini ustadz dan uztadzah). Saya tidak ingin membahas mengenai agama lain, sebab itu diluar jangkauan saya.
Sebelum kita beranjak lebih jauh, kita simak dulu apa sih sebenarnya arti dari ustadz dan ustadzah. Menurut kamus Bahasa Arab Al-Mu’jamul Wasith arti dari ustadz adalah pendidik atau orang yang memiliki keahlian dalam suatu bidang dan mengajarkannya kepada orang lain. Di Indonesia Ustadz maupun Ustadzah (wanita) sering diartikan sebagai guru atau orang yang dihormati dalam bidang Agama Islam. Definisi disini cukup jelas bahwa mereka sebagai pendidik, orang yang mulia kedudukannya dan harusnya berilmu tinggi.
Kenyataan yang terjadi sekarang adalah beberapa ustadz memanfaatkan kharisma-nya untuk kepentingan yang kurang sesuai dengan ajaran agama. Sebagai contoh kenyataan yang terjadi:
1. Banyak ustadz yang memiliki banyak pengikut atau followers tiba-tiba melakukan atau membuka bisnis yang menurut mereka adalah syariah. Seperti pembangunan hotel yang beberapa waktu lalu sempat heboh karena dasar hukumnya kurang jelas.
2. Yang paling sering adalah menjual buku karyanya dan kemudian menjadi best seller, padahal isinya yah so-so lah. Kemudian setelah itu banyak pengikutnya menjadi kader garis keras (militan) yang apabila ustadz nya dicolek di social media kemudian langsung membela.
3. Ustadz yang kerap pamer harta kekayaannya seperti mobil mewah dan tampaknya gila diliput wartawan. Setiap kegiatan harus diliput supaya semua orang tau seperti apa dia.
4. Ustadz yang menjadi double agent, maksudnya selain jadi ustadz juga menjadi caleg dari parpol yang konon mengaku Islami tetapi kadernya banyak yang korupsi juga sih. Yang tipikal seperti ini paling sering melanggar aturan kampanye, soalnya seringkali kampanye di masjid.
5. Ustadz doa komersil, nah ini yang lagi rame, saya sih gak tau maksud dan tujuan komersialisme doa ini. Konon dengan menyumbang beberapa ratus ribu kita akan didoakan di Makkah ketika sang ustadz sedang umrah.
Andai kita mau belajar dari sejarah, yang namanya Syiar Islam itu gak pernah sedikit pun mengajarkan untuk meminta bayaran atau dikomersialkan. Komersial disini bukan hanya dalam bentuk uang tapi juga tujuan dan motif serta ajakan sang ustadz selain untuk belajar agama. Kalau ada yang bilang ah itu fitnah, well lihatlah kenyataan wahai rekan-rekan, itu yang ngadain pengajian di masjid kenapa harus pakai baju ada lambang parpol tertentu, terus habis itu bagi-bagi souvenir yang ada foto dia beserta nomer urut saat pemilu nanti. Kebetulan? Ah semua terjadi dengan sebuah alasan. Pengalaman saya nih, saya pernah ikut sebuah pengajian, kebetulan ustadz-nya adalah salah satu korban di kapal Mavi Marmara (mudah-mudahan masih pada inget), kemudian saya tanya kenapa sih harus banyak ustadz yang klo ceramah ujung-ujungnya bawa partai? Dia jawab partai itu hanya sebagai tools atau alat dan kemudian di kemudian hari kita tahu tools atau alat tersebut rusak dan banyak kelemahannya bahkan cenderung menyesatkan.
Belum lagi ustadz yang hobi jualan buku, bikin bisnis yang gak jelas, bahkan titip doa tapi berbayar. Menurut saya pribadi apabila mau berjualan coba tolonglah gak usah dibungkus pakai agama. Jangan jadikan ustadz sebagai mata pencaharian, anda melakukan syiar karena Allah, bukan karena dibayar. Ya kalau anda menjadikan ustadz sebagai profesi, maka anda hanya mau ceramah jika dibayar,bukan begitu? Gak usah bilang ah itu kan biaya administrasi, ujung-ujungnya buat santri, anda para ustadz dan pengikut yang belain berani diaudit, kemana saja uang itu mengalir? Uang administrasi masa iya bisa mencapai lebih dari 15 juta hanya untuk 90 menit mengisi ceramah?
Umat sekarang kekurangan figur yang bisa dijadikan pedoman, jangan kaget kalau makin banyak ustadz tapi moral makin hancur. Lha yang harusnya dijadikan contoh malah asyik cari duit. Tolonglah tadz, mending ente semua kaya dulu baru berdakwah, tapi gak usah pamer ya klo udah kaya. Contoh Abu Bakar dan Umar, hidup sederhana namun tak pernah kehilangan kharisma-nya.
Lalu apa iya anda harus membawa atribut atau lambang partai anda dalam berdakwah? Umat cuma ditanya siapa Tuhan, Nabi dan Kitab Suci gak pernah ada ayat atau hadist yang bilang akan ditanya apa partaimu. Akan lebih baik jika anda sebagai seorang Muslim saja bukan kader partai atau caleg dari partai anda.
Jangan tersinggung ya tadz, saya kan hanya menyuarakan suara saya. Mudah-mudahan ente sadar dan duit sedekah buat nitip doa dibalikin, kasihan tuh yang minta Nabilla jadi pacarnya, udah 99% gak akan terwujud.
Udah ah, nanti ane dikeroyok sama followers nya ustad yang jualan buku.upsss.
Terima kasih yang sudah mau membaca, kalau mau kasih sedekah kasih aja ke ustadz yang memerlukan (yang istrinya banyak) biar gak korupsi sapi, biar harga sapi gak melambung, nanti ane susah mau makan steak.
Wassalam